WACANADAILY.COM – “Mereka punya beking, kita takut melapor,” kata-kata itu langsung terucap dari mulut Marsyam saat mengenang kacaunya potret Kampung Sejahtera di saat-saat masih sering dikenal sebagai Kampung Kubur, tempat di mana banyaknya para bandar narkoba.
Kampung Kubur salah satu wilayah dengan luas 10 hektare di Kelurahan Petisah Tengah, Kecamatan Medan Petisah, Kota Medan, Sumatera Utara (Sumut). Dahulu, kampung ini dicap sebagai surga bagi penikmat narkoba, karena banyaknya bandar.
Dulunya, 80 persen warga di daerah yang terletak di kawasan Jalan KH Zainul Arifin, pinggiran Sungai Babura, ini merupakan pengedar dan pemakai berbagai jenis narkoba. Kehadiran Kapolrestabes Medan, Mardiaz Kusin, pada 2016, peredaran narkoba di Kampung Kubur mulai diberantas.
Seorang tokoh masyarakat setempat, Marsyam (81) mengatakan, periode kelam Kampung Kubur dihantui narkoba adalah medio 2001 hingga 2016. Saat itu, tidak mudah bagi pihak manapun memberantas narkoba di kampung yang memiliki penduduk sekitar 1.300 orang ini.
“Saat itu, sebagian masyarakat bekerja sama dengan para bandar yang punya beking kuat,” kata Marsyam, Sabtu (28/5/2022).
Karena para bandar memiliki beking, masyarakat setempat takut melaporkannya. Di tengah kondisi tersebut, banyak warga yang menginginkan perubahan. Sejumlah tokoh masyarakat memberanikan diri melaporkan bandar dan pengedar dengan sembunyi-sembunyi kepada polisi.
“Dampaknya, pada 2016 dipimpin itu Pak Mardiaz, polisi bolak balik-balik melakukan penangkapan terhadap pemakai, pengedar, dan kurir narkoba,” Marsyam menuturkan.
Bukan hal mudah, meski bolak-balik berupaya membersihkan Kampung Kubur dari narkoba, pihak kepolisian tetap mengalami kesulitan. “Tidak sedikit yang ditangkap, direhab, bahkan ada yang berhenti dengan kesadaran sendiri,” Marsyam.
Masyarakat Mulai Sadar
Kepala Lingkungan 1, Kelurahan Petisah Tengah, Safriadi (45) menuturkan, kesadaran masyarakat Kampung Kubur untuk keluar dari belenggu narkoba sebenarnya sudah terlihat. Masyarakat mulai menyadari efek negatif yang ditimbulkan oleh narkoba.
“Kita akui (narkoba) belum hilang 100 persen di Kampung Sejahtera. Ditambah lagi tokoh-tokoh agama gencar sosialisasi dan pengajian untuk menyadarkan masyarakat,” ucapnya.
Tepat pada 11 Januari 2016, Kampung Kubur atau yang sebelumnya sempat dikenal dengan nama Kampung Madras, hingga Kampung Keling, berganti nama menjadi Kampung Sejahtera. Pascaberubah nama, suasana kampung menjadi bersih, masyarakat hidup damai dan aman.
“Meskipun narkoba belum hilang 100 persen di sini, namun masyarakat kita tidak lagi hidup dalam ketakutan dan kekhawatiran,” ujarnya.
Safriadi optimis, dengan terus berusaha serta pendekatan pada hal-hal baik melalui pengajian-pengajian rutin, serta menghadirkan ustaz-uztaz dari luar untuk menyadarkan masyarakat tentang bahaya narkoba dan efek yang ditimbulkan.
“Kita yakin semuanya akan baik-baik saja, dan optimis pengaruh narkoba akan hilang 100 persen,” sebutnya.
Berjualan dan Usaha Indekos
Dahulu, rasa was-was muncul jika menelusuri lorong-lorong yang berada di Kampung Sejahtera, daerah yang sempat disebut sebagai Kampung Kubur, salah satu lokasi yang dikenal sebagai tempat peredaran narkoba. Kini, lorong-lorong tersebut diisi gerobak makanan dan rak sayur-sayuran.
Lokasinya terletak di samping jembatan kebajikan, Jalan Zainul Arifin. Mayoritas warga Kampung Sejahtera bermata pencaharian berdagang. Kegiatan ekonomi didominasi produksi makanan rumahan, menjual sayur mayur dan bahan pokok, serta usaha indekos.
“Sekarang, hampir semua warga yang tinggal di sini berjualan. Saya sudah dari kecil tinggal di sini, berjualan sejak Sekolah Dasar (SD),” ujar seorang pedagang misop bernama Intan (34).
Selain berjualan, banyak juga warga yang membangun rumah bertingkat dan kamar-kamar untuk dijadikan indekos bagi para tenaga pemasaran dan pekerja yang berasal dari luar kota. Tak hanya warga setempat, ada juga orang luar yang menyewa rumah untuk dijadikan indekos.
Seperti yang dilakukan Ita (52), seorang wanita paruh baya yang awal tahun 2022 baru kembali ke Kampung Sejahtera. Sebelumnya, ia merantau ke Malaysia untuk bekerja sebagai pelayan. Saat kembali ke Kampung Sejahtera, Ita melihat potensi usaha indekos untuk memenuhi kebutuhan hidup.
“Karena di sekitar sini daerah ekonomi, banyak toko, mal, biasa pekerja-pekerja itu pasti nyari tempat kos. Kita sebagai warga sini, memandang ini sebagai peluang ekonomi,” pungkasnya.
(Tim Redaksi)